FREE SOFTWARE

Neon-Seven selalu update tentang software-software full version yang tentunya bisa di download tanpa bayar, alias gratis. Makanya sering-sering kunjungi NEON-SEVEN

FREE GAMES

Neon-Seven selalu update tentang games-games yang lagi trend dan juga gratis. Games yang ada di Neon-Seven bermacam-macam. Untuk selalu update dan selalu bisa dapet game gratis, selalu kunjungi NEON-SEVEN

INFORMATION AND MOVIE

Neon-Seven juga tidak kalah ketinggalan tentang informasi-informasi yang lagi hot di Dunia tentunya di Indonesia juga. Selain informasi Neon-Seven juga gak mau kalah nyediakan film-film yang baru dan gratis. Makanya selalu kunjungi NEON-SEVEN

Minggu, 13 April 2014

Asuhan Keperawatan Hiperpituitarisme



Asuhan Keperawatan Hiperpituitarisme



Tugas Mata Kuliah : KMB III

Dosen Pembimbing : Irine Chritiany 



















Oleh :

Kelompok 3

1. Regina Matofani Sayoga (P27820312001)

2. Firnanda Panjongko Wicaksono (P27820312021)

3. Diyah Ayu Puspita Sari (P27820312024)

4. Santi Dianita Sari (P27820312026)

5. Fanana Firdaus (P27820312029)

6. Sindhu Agung Laksono (P27820312033)

7. Nilla Yuniar Lutfi (P27820312039)

TINGKAT 2/REGULER



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2013-2014






Daftar Isi

BAB 1. 3

PENDAHULUAN.. 3

1.1 Latar belakang. 3

1.2 Rumusan masalah. 3

1.3 Tujuan. 3

1. Tujuan Umum... 3

2. Tujuan Khusus. 3

3. Manfaat 3

BAB II. 4

TINJAUAN PUSTAKA.. 4

2.1 Pengertian. 4

2.2 Etiologi 4

2.3 Tanda dan Gejala. 4

2.3 Patofisiologi 5

2.4 Pemeriksaan Penunjang. 7

2.5 Komplikasi 8

BAB III. 9

Konsep ASKEP. 9

3.1 Pengkajian. 9

3.2 Pemeriksaan fisik. 9

3.3 Diagnosa keperawatan. 9

3.4 Intervensi dan Rasional 10

3.5 Penatalaksanaan. 11

BAB IV.. 12

PENUTUP. 12

4.1 Kesimpulan. 12

DAFTAR PUSTAKA.. 13







BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika melindungi hipofisa tetapi memberikan ruang yang sangat kecil untuk mengembang.

Jika hipofisa membesar, akan cenderung mendorong ke atas, seringkali menekan daerah otak yang membawa sinyal dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan penglihatan.

Selain itu banyak gangguan lain yang disebabkan karena kelebihan hormone yang dilepaskan hipofisis yang bisa menghasilkan dampak yang cukup signifikan bagi pasien.


1.2 Rumusan masalah

a. Bagaimana konsep teori hiperpituitari?

b. Bagaimana asuhan keperawatan hiperpituitari?


1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum

Mampu menjelaskan dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan hiperpituitari.
2. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi dari hiperpituitari.

2. Menjelaskan etiologi dari hiperpituitari.

3. Menjelaskan manifestari klinis dari hiperpituitari.

4. Menjelaskan patofisiologi dari hiperpitutari.

5. Menjelaskan penatalaksanaan dari hiperpituitari.
3. Manfaat

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

1. Mendapatkan pengetahuan tentang hiperpitutari.

2. Mendapatkan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan hiperpitutari.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian

Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu hormone hipofise atau lebih.

Hormon – hormon hipofisis lainnya sering dikeluarkan dalam kadar yang lebih rendah. (Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kelenjar Hipofise) (Hotma Rumahardo, 2000 : 36).

Hiperpituitary adalah suatu keadaan dimana terjadi sekresi yang berlebihan satu atau lebih hormone- hormone yang disekresikan oleh kelenjar pituitary{ hipofise} biasanya berupa hormone- hormone hipofise anterior


2.2 Etiologi

Hiperpituitari dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus, penyebab mencakup :

1. Adenoma primer salah satu jenis sel penghasil hormone, biasanya sel penghasil GH, ACTH atau prolakter.

2. Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar TSH terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak ada. (Buku Saku Patofisiologis, Elisabeth, Endah P. 2000. Jakarta : EGC)


2.3 Tanda dan Gejala

· Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ – organ dalam (seperti tangan, kaki, jari – jari tangan, lidah, rahang, kardiomegali)

· Impotensi

· Visus berkurang

· Nyeri kepala dan somnolent

· Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas

· Libido seksual menurun

· Kelemahan otot, kelelahan dan letargi (Hotman Rumahardo, 2000 : 39)

· tumor yang besar dan mengenai hipotalamus: suhu tubuh, nafsu makan dan tidur bisa terganggu, serta tampak keseimbangan emosi

· gangguan penglihatan sampai kebutaan total


2.3 Patofisiologi

Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi.

Kelenjar biasanya mengalami pembesaran disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya kurang dari 10 mm, yang terdiri atas 1 jenis sel atau beberapa jenis sel. Adenoma hipofisis merupakan penyebab utama hiperpituitarisme.penyebab adenoma hipofisis belum diketahui. Adenoma ini hampir selalu menyekresi hormon sehingga sering disebut functioning tumor.

Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel penyekresi GH,ACTH dan prolaktin. Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-,LH- atau FSH- sangat jarang terjadi. Functioning tumor yang sering di temukan pada hipofisis anterior adalah:



1. prolactin-secreting tumors ( tumor penyekresi prolaktin ) atau prolaktinoma.

Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak, yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala khas pada kondisi ini sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi tidak menstruasi, yang bersifat primer dan sekunder, galaktorea (sekresi ASI spontan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas.

2. somatotroph tumors ( hipersekresi pertumbuhan )

Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mengsekresi hormon pertumbuhan. Gejalah klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada usia klien saat terjadi kondisi ini.

Misalnya saja pada klien prepubertas,dimana lempeng epifise tulang panjang belum menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga mengakibatkan gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan perbesaran ektremitas ( jari, tangan, kaki ), lidah, rahang, dan hidung. Organ-organ dalam juga turut membesar ( misal; kardiomegali).Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan metabolik, seperti hiperglikemia dan hiperkalsemia. Pengangkatan tumor dengan pembedahan merupakan pengobatan pilihan. Gejala metabolik dengan tindakan ini dapat mengalami perbaikan, namun perubahan tulang tidak mengalami reproduksi.



3. corticotroph tumors ( menyekresiardenokortikotrofik /ACTH )

Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH. Kebanyakan tumor ini adalah mikroadonema dan secara klinis dikenal dengan tanda khas penyakit Cushing’s.





ada dua perubahan fisiologis karena tumor hipofisis:

1. perubahan yang timbul karena adanya space-occupying mass dalam kranium.

2. perubahan yang di akibatkan oleh hipersekresi hormone dari tumornya itu sendiri.

Adenoma hipofisis adalah adenoma intraselular (tumor didalam sella tursika ), dengan besar diameter kurang dari 1cm dengan tanda-tanda hipersekresi hormone.



Klasifikasi hipofisis/ adenoma hipofisis.

1. encapsulated (tidak ada metastasis dalam sella tursika )

2. invasive ( sella tursika rusak karena metastasis )

3. mikroadenoma ( encapsulate tumor dengan diameter kurang dari 10 mm )

4. makroadenoma ( encapsulate tumor dengan diameter lebih dari 10mm).

Perubahan neorologis bisa terjadi akibat tekanan jaringan tumor yang semakin membesar.tekanan ini bisa terjadi saraf optic, saraf karnial III (okulomotor ), saraf karnial IV ( troklear ), dan saraf karnial V (trigeminal).tumor yang sangat besar bisa menginfiltrasi hipotalamus.







2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorik.

Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.

2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika

a. Foto polos kepala

b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional)

c. Pneumoensefalografi

d. CT Scan

e. Angiografi serebral

3. Pemeriksaan Lapang Pandang

a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan

b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron

b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH

c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadapkadar hormon serum.




2.5 Komplikasi

1. Gangguan hipotalamus.

2. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal primer.

3. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.

4. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.

5. Syndrom parkinson



2.6 Pencegahan








































































BAB III
Konsep ASKEP
3.1 Pengkajian

a. Demografi

Kaji usia dan jenis kelamin pasien

b. Riwayat kesehatan

1). Keluhan utama

a). Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ – organ tubuh.

b). Perubahan tingkat energi, kellelahan, letargi.

c). Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.

d). Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensi.

e). Nyeri kepala.

f). Gangguan penglihatan.

g). Perubahan siklus menstrulasi, libido menurun, impotensia.

2). Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan manifestasi klinis dari peningkatan hormone hipofise mulai dirasakan

3). Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah ada riwayat penyakit seperti DM, Hipertensi, Asma, dll.

4). Riwayat penyakit keluarga.

Adakah riwayat penyakit yang sama dalam keluarga


3.2 Pemeriksaan fisik

a. Amati bentuk wajah.

b. Kepala, tangan/lengan, dan kaki bertambah besar, dagu menjorok ke depan.

c. Adanya kesulitan menguyah.

d. Adanya perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan sulit bergerak.

e. Peningkatan respirasi kulit.

f. Suara membesar karena hipertropi laring.

g. Pada palpasi abdomen, ditemukan hepatomegali.

h. Disfagia akibat lidah membesar.


3.3 Diagnosa keperawatan

1. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

2. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas impotent.

3. Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.

4. Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.


3.4 Intervensi dan Rasional

Dx 1. Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.

1. Dorong klien agar mau mengungkapkan apa yang dirasakan.

Rasional : agar perawat mengetahui apa yang dirasakan klien.

2. Kaji skala nyeri

Rasional : untuk mengetahui intensitas dari nyeri dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.

3. Berikan tehnik relaksasi dan distraksi

Rasional : pengalihan perhatian dapat mengurangi rasa nyeri.

4. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

Rasional : pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri.

Dx 2. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

1. Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan.

Rasional : Agar perawat dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh klien sehubungan perubahan tubuhnya.

2. Bantu klien mengidentifikasi kekuatannya serta segi – segi positif yang dapat dikembangkan oleh klien.

Rasional : Agar klien mampu mengembangkan dirinya kembali.

3. Yakinkan klien bahwa sebagioan gejala dapat berkurang dengan pengobatan (ginekomastia, galaktorea)

Rasional : agar klien tetap optimis dan berfikir positif selama pengobatan.

Dx. 3 Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas impotent.

1. Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman pada klien terhadap fungsi seksualnya.

Rasional : agar perawat dapat mengetahui masalah seksual klien dan lebih terbuka kepada perawat.

2. Dorong klien agar mau mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannya.

Rasional : agar klien mendapat hasil mufakat bersama pasangannya.

3. Kolaborasi pemberian obat – obatan bromokriptin.

Dx. 4 Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.

Dorong klien agar mau melakukan pemeriksaan lapang pandang.

Rasional : agar perawat mengetahui jarak lapang klien.


3.5 Penatalaksanaan

1. Hipofisektomi melalui nasal atau jalur transkranial (pembedahan)

2. Kolaborasi pemberian obat – obatan seperti bromokriptin (parlodel)

3. Observasi efek samping pemberian bromokriptin

4. Kolaborasi pemberian terapi radiasi

5. Awal efek samping terapi radiasi. (Nelson, 2000 : 227)











BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Hiperpituitari adalah suatu keadaan dimana terjadi sekresi yang berlrbihan satu atau lebih hormone- hormone yang disekresikan oleh kelenjar pituitary{ hipofise} biasanya berupa hormone- hormone hipofise anterior.`` Penyebab tersering hiperpituitari adalah adenoma hifofise.Adenoma hipofpise merupakan 5-10% dari semua kejadian tumor intracranial, dan sering kali tinbul di lobus anterior hipofise.











DAFTAR PUSTAKA



Tucker, Susan Martin, dkk.(2000). Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis,

dan Evaluasi. Edisi5. Jakarta: EGC

Corwin, E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Maesaro, Mesa. (2010). Asuhan Keperawatan Kasus Hernotomi. Diakses 28 Maret 2011, dari

web site: http://mezzonk.wordpress.com/2010/12/02/14/

Herlambang. (2010). Sistem Endokrin. Diakses 28 Maret 2011, dari web site:

http://www.scribd.com/doc/42064074/Sistem-Endokrin

Setyawan. (2011). Hipopituitari: Makalah Sistem endokrin. Diakses 28 Maret 2011, dari web

http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/19/hipopituitari/

Santa Teresa, K. (2010). Askep Gangguan Kelenjar Hipofise. Diakses 04 April 2011, dari

web http://www.scribd.com/doc/39579702/askep-Gangguan-Kelenjar-Hipofise


»»  Read more...

Askep Cystitis Anak

Daftar ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1        LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
2.2 ANATOMI FISIOLOGI
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
3.2 ETIOLOGI
3.3 KLASIFIKASI
3.4 MANIFESTASI KLINIS
3.5 PATOFISIOLOGI
3.6 KOMPLIKASI
3.7 PENATALAKSANAAN
3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.9 PENCEGAHAN
BAB IV
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
A.     Pengkajian
KELUHAN UTAMA
RIWAYAT PENYAKIT
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
E. EVALUASI
BAB V
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA





















BAB I

PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala.
Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada keadaan::
a.       Fokus  infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis karena infeksi hematogen.
b.      Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi.
c.       Bakteriuria disamarkan karena pemberian anibiotika.

Infeksi saluran kemih sering terjdi pada wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah kecenderungan untuk menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang menempel dilubang uretra sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung kemih dan ureter, sehingga mereka cenderung menahan urin dibagian tersebut. Uterus pada kehamilan dapat pula menghambat aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.
Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada wanita adalah pembentukan selaput mukus yang dependen estrogen di kandung kemih. Mukus ini mempunyai fungsi sebagai antimikroba. Pada menopause, kadar estrogen menurun dan sistem perlindungan ini lenyap sehingga pada wanita yang sudah mengalami menopause rentan terkena infeksi saluran kemih. Proteksi terhadap infeksi saluran kemih pada wanita dan pria, terbentuk oleh sifat alami urin yang asam dan berfungsi sebagai antibakteri.
Infeksi saluran kemih pada pria jarang terjadi, pada pria dengan usia yang sudah lanjut, penyebab yang paling sering adalah prostatitis atau hyperplasia prostat. Prostat adalah sebuah kelenjar seukuran kenari yang terletak tepat di bawah saluran keluar kandug kemih. Hiperplasia prostat dapat menyebabkan obstruksi  aliran yang merupakan predisposisi untuk timbulnya infeksi dalam keadaan normal, sekresi prostat memiliki efek protektif antibakteri.
Pengidap diabetes juga berisiko mengalami infeksi saluran kemih berulang karena tingginya kadar glukosa dalam urin, fungsi imun yamg menurun, dan peningkatan frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami cedera korda spinalis atau menggunakan kateter urin untuk berkemih juga mengalami peningkatan risiko infeksi.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari cytitis pada anak ?
2. Apa etiologi dari cytitis pada anak ?
3. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan cytitis pada anak ?

1.3 TUJUAN

1. Mampu menjelaskan pengertian dari cytitis pada anak
2. Mampu menguraikan etiologi dari cytitis pada anak
3. Mampu memahami asuhan keperawatan ada pasien dengan cytitis pada anak

1.4 MANFAAT

1. Dapat menjelaskan pengertian dari cytitis pada anak
2. Dapat menguraikan etiologi dari cytitis pada anak
3. Dapat memahami asuhan keperawatan ada pasien dengan cytitis pada anak


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN

Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan kateter atau sistoskop.
Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan seksual dan diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi anti mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.
Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih.
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
Þ   Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra.
Þ   Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis







2.2 ANATOMI FISIOLOGI


Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki sebuah ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih.
Dari kandung kemih, air kemih mengalir melalui uretra, meninggalkan tubuh melalui penis (pria) dan vulva (wanita).
Fungsi ginjal adalah untuk:
-          Menyaring limbah metabolik
-          Menyaring kelebihan natrium dan air dari darah
-          Membantu membuang limbah metabolik serta natrium dan air yang berlebihan dari tubuh
-          Membantu mengatur tekanan darah
-          Membantu mengatur pembentukan sel darah.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit penyaring (nefron).
Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang berlubang (kapsula Bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah (glomerulus). Kapsula Bowman dan glomerulus membentuk korpuskulum renalis.
Darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. Sebagian besar bagian darah yang berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding pembuluh darah di dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula Bowman; sehingga yang tersisa hanya sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar (misalnya protein).
Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga Bowman (daerah yang erletak diantara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula Bowman) dan mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal (tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula Bowman); natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan dikembalikan ke darah.
Ginjal juga menggunakan energi yang secara selektif menggerakkan molekul-molekul yang besar (termasuk obat-obatan, misalnya penicillin) ke dalam tubulus. Molekul tersebut dibuang ke dalam air kemih meskipun ukurannya cukup besar untuk dapat melewati lubang-lubang pada penyaring glomerulus.
Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa Henle.
Ketika cairan melewati ansa Henle, natrium dan beberapa elektrolit lainnya dipompa keluar sehingga cairan yang tersisa menjadi semakin pekat.
Cairan yang pekat ini akan mengalir ke dalam tubulus kontortus distal. Di dalam tubulus distal, semakin banyak jumlah natrium yang dipompa keluar.
Cairan dari beberapa nefron mengalir ke dalam suatu saluran pengumpul (duktus kolektivus). Di dalam duktus kolektivus, cairan terus melewati ginjal sebagai cairan yang pekat, atau jika masih encer, maka air akan diserap dari air kemih dan dikembalikan ke dalam darah, sehingga air kemih menjadi lebih pekat.
Tubuh mengendalikan konsentrasi air kemih berdasarkan kebutuhannya terhadap air melalui hormon-hormon yang kerjanya mempengaruhi fungsi ginjal.
Air kemih yang terbentuk di ginjal mengalir ke bawah melalui ureter menuju ke kandung kemih; aliran tersebut bukan merupakan aliran yang pasif. Ureter adalah pipa/tabung berotot yang mendorong sejumlah air kemih dalam gerakan bergelombang (kontraksi).
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup.
Air kemih yang secara teratur mengalir dari ureter akan terkumpul di dalam kandung kemih.
Kandung kemih ini bisa mengembang, dimana ukurannya secara bertahap membesar untuk menampung jumlah air kemih yang semakin bertambah.
Jika kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal saraf ke otak, yang menyampaikan pesan untuk berkemih.
Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka sehingga air kemih mengalir keluar. Secara bersamaan, dinding kandung kemih berkontraksi sehingga terjadi tekanan yang mendorong air kemih menuju ke uretra. Tekanan ini dapat diperbesar dengan cara mengencangkan otot-otot perut.
Sfinger pada pintu masuk kandung kemih tetap menutup rapat untuk mencegah aliran balik air kemih ke ureter.


BAB III

PEMBAHASAN


3.1 DEFINISI

Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan kateter atau sistoskop.
Sistitis adalah infeksi kandung kemih yang menyebabkan rasa panas saat buang air kecil. Urin dalam kondisi normal, biasanya steril, tapi, Karena selama kehamilan, saluran kemih Ibu menjadi elastis dan melebar, sehingga bakteri mudah masuk.
Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih.Infeksi kandung kemih umumnya terjadi pada wanita, terutama pada masa reproduktif. Beberapa wanita menderita infeksi kandung kemih secara berulang.
Sistitis adalah Inflamasi (peradangan) akut pada mukosa buli-buli (kandung kemih) yang sering disebabkan oleh infeksi bakteri.

3.2 ETIOLOGI

 Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainanurologis atau kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella, enterobakter, serratea, dan pseudomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksitanpa komplikasi. Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis, kalkuli atau obstruksi.
Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah vagina kearah uretra atau dari meatus terus naik kekandumg kemih dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karena infeksi E.coli.
Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi diginjal, prostat, atau oleh karena adanya urine sisa(misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra, neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus.
Þ    Jalur infeksi
Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyalkit ini lebih sering ditemukan pada wanita
Infeksi ginjalyan sering meradang, melalui urine dapat masuk kekandung kemih.
Penyebaran infeksi secara lokal dari organ laindapat mengenai kandung kemih misalnya appendiksitis
Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.
Þ    Faktor predisposisi
Benda asing yang menyebabkan iritasi, misalnya kalkulus tumor dan faeces dari fistula usus
Instrumentasi saat operasi menyebabkan trauma dan menimbulakn infeksi
Retensi urine yang kronis memungkinkan berkembang biaknya bakteri
Hubungan seksual
3.3 KLASIFIKASI

Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
·         Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra.
·         Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.
3.4 MANIFESTASI KLINIS

pada umumnya tanda dan gejala yang terjadi pada cystitis adalah ;
·         peningkatan frekwensi miksi baik diurnal maupun nokturnal
·         disuria karena epitelium yang meradang tertekan
·         rasa nyeri pada daerah suprapubik atau perineal
·         rasa ingin buang air kecil
·         hematuria
·         demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
3.5 PATOFISIOLOGI

Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor infeksi dan faktor non infeksi. Bakteri masuk melalui ureter kemudian bakteri melekat pada pada sel uroepitelial yang mengakibatkan infeksi dan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan leukosit untuk melawan bakteri, sehingga suhu tubuh maningkat. Bakteri berkolonisasi terus menerus sehingga masuk ke vesika urinaria dan merusak lapisan kandung kemih  glycoprotein mucin layer hingga menembus epitel dan mengakibatkan spasme otot polos vesika urinaria terganggu dan sulit untuk relaksasi dan rasa nyeri pun timbul.
Kontraksi spasme otot terus terjadi berulang ulang namun urin dengan volume yang rendah yang mengakibatkan distensi kandung kemih. Vesika urinaria tidak mampu menampung urine akibatnya rasa ingin BAK terus menerus atau BAK berulang kali, dan sakit waktu miksi (dysuri).













Infeksi
(bakteri, jamur, virus, parasit)


nyeri

infeksi


Suhu


Leukosit 



Gg. Pola eliminasi



BAK sering sedikit-sedikit



vesika urinaria tidak kuat menampung urine



Detensi kandung kemih



Urine sedikit-sedikit keluar



Kontraksi spasme otot polos terus menerus



sulit relaksasi



Spasme otot polos vesika urinaria terganggu


Menembus epitel



Kolonisasi dipermukaan mukosa vesika urinaria



Merobek lapisan glycoprotein munclayer di mukosa urinaria



Masuk ke vesika urinaria



Kolonisasi di periu retral



Kolonisasi bakteri



Masuk melalui ureter

Melekat pada sel uroepitelial


Non infeksi
(bahan kimia, radiasi, obat-obatan)

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   










3.6 KOMPLIKASI

·             Pyelonefritis
·             Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)

3.7 PENATALAKSANAAN

Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
·         Antibiotik umum digunakan adalah:
·         Amoxicillin
·         Doxycycline (tidak boleh digunakan di bawah umur 8)
·         Cephalosporins
·         Nitrofurantoin
·         Sulfa narkoba (sulfonamides)
·         Trimethoprim-sulfamethoxazole

Penatalaksanaan dari cystitis tipe infeksi adalah :
·         Minum banyak cairan untuk mengeluarkan bakteri yang ada dalam urine
·         Pemberian antibiotic oral selama 3 hari, jika infeksinya kebal AB 7 – 10 hari
·         Atropine untuk meringankan kejang otot
·         Fenazopridin untuk mengurangi nyeri
·         Membuat suasana air kemih menjadi basa yaitu dengan meminum baking soda yang di larutkan dalam air
·         Pembedahan, bila ada sumbatan aliran kemih atau kelainan struktur
·         Penatalaksanaan pada cystitis tipe noninfeksi :
·         Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari
·         Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan haluan setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang
·         Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang
·         Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : CD dari nylon
·         Istirahat dan nutrisi adekuat
·         Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK

Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

Pilihan utama pada ISK akut tanpa komplikasi adalah nitrofurantoin, trimetroprim, atau kotrimoksazol. Disamping ini, pasien harus banyak minum air, minimal 2 liter sehari, dengan tujuan menstimulasi diuresis sehingga kuman tidak berkesempatan memperbanyak diri di dalam kandung kemih. Bila setelah 3-5 hari gejala belum hilang atau belum berkurang, sebaiknya diganti dengan pipemidinat atau siprofloksasin, atau dengan amoksisilin ditambah dengan asam klavulanat bila diperkirakan adanya kuman-kuman yang sudah resisten.

Nitrofurantoin kurang aktif bila kemih bereaksi basa.
Gentamisisn atau/dan suatu sefalosporin dari generasi ketiga dapat pula digunakan terhadap pseudomonas.
Kasus Ringan cystitis menghilang sendiri tanpa pengobatan. Karena risiko infeksi menjalar ke ginjal, biasanya antibiotik dianjurkan. Penting agar menyelesaikan seluruh kursus diresepkan antibiotik. Untuk sistitis ringan, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah minum banyak cairan. Aksi pembilasan ini akan membuang banyak bakteri dari tubuh, bakteri yang tersisa akan dilenyapkan oleh pertahanan alami tubuh.

Pada anak-anak, cystitis harus segera diobati dengan antibiotik untuk melindungi mereka berkembang ke ginjal. Pada lanjut usia, perawatan dianjurkan karena semakin besar kemungkinan komplikasi.

Quinolones (tidak boleh digunakan pada anak-anak)
Kebanyakan orang-tua perempuan dewasa hanya membutuhkan 3 hari antibiotik. Jika infeksi telah menyebar ke salah satu ginjal, anda mungkin perlu masuk rumah sakit sehingga anda dapat menerima cairan dan antibiotik melalui pembuluh darah.

Jika kronis atau berulang UTI harus dirawat dengan teliti karena kesempatan dari infeksi ginjal. Antibiotik mungkin perlu diberikan untuk jangka waktu yang panjang (selama 6 bulan sampai 2 tahun), atau lebih kuat Antibiotik mungkin diperlukan daripada untuk tunggal, uncomplicated episode dari cystitis.

Phenazopyridine hydrochloride (Pyridium) dapat digunakan untuk mengurangi kerusakan dan urgensi yang terkait dengan cystitis. Selain itu, obat acidifying seperti ascorbic acid mungkin dianjurkan untuk mengurangi konsentrasi bakteri dalam air seni.

Jika anatomis abnormal ada, operasi untuk memperbaiki masalah.
Terkadang diperlukan antikolinergik (misalnya: propanthelin bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih.


3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a)      Urinalis : urine tengah
            Ketika infeksi terjadi,memperlihatkan bakteriuria,WBC (White Blood Cell),RBC(Red Blood Cell),dan .endapan sel darah putih dengan keterlibatan ginjal.
Tes sensetifitas : banyak mikroorganisme sesnsitf terhadap antibioticdan antiseptic,berhubungan dengan infeksi berulang.
b)      Pengkajian radiographic
            Cistitis ditegakkan berdasarkan history,pemeriksaan medis dan laborat, jika tertdapat retensi urine dan obstruksi aliran urine dilakukan IPV ( Identivikasi perubahan abnormalitas structural)
c)      Culture :Mengidentifikasi bakteri penyebab
d)     Sinar X ginjal,Ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur nyata.


3.9 PENCEGAHAN

·         Memperbanyak mengkonsumsi air minum setiap harinya.
·          Jangan menunda bila merasa ingin buang air kecil.
·          Bagi wanita, berceboklah dengan cara dari depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina atau uretra.
·         Bersihkan alat vital Anda sebelum berhubungan
·         Buang air kecil setelah berhubungan seksual untuk membersihkan bakteri dari saluran kencing
·          Jangan menahan kencing bila Anda ingin buang air kecil
·         Mandi dengan gayung/shower, tidak dengan bath tub.
·         Hindari penggunaan cairan yang tidak jelas manfaatnya pada alat kelamin karena dapat mengiritasi urethra.


BAB IV

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

A.      Pengkajian
1.    Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
A.    Identitas Klien
Nama/Nama panggilan :
Tempat tgl lahir/usia :
Jenis kelamin :
A g a m a :
Pendidikan :
Alamat :
Tgl masuk :
Tgl pengkajian :
Diagnosa medik :
Rencana terapi :

B. Identitas Orang tua
1.      Ayah
N a m a :
U s i a :
Pendidikan :
Pekerjaan/sumber penghasilan :
A g a m a :
Alamat :
Ibu
N a m a :
U s i a :
Pendidikan :
Pekerjaan/Sumber penghasilan:
Agama :
Alamat :


B.     Identitas Saudara Kandung
No, Nama, Usia, Hubungan, Status Kesehatan.
KELUHAN UTAMA

 Rasa sakit atau panas di uretra sewaktu kencing

RIWAYAT PENYAKIT

1.      Riwayat keperawatan sekarang.
Rasa sakit atau panas di uretra sewaktu kencing, Urine sedikit,Rasa tidak enak di daerah supra pubik

2.      Riwayat keperawatan dahulu.
Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau pernah mengalami operasi (Potter, 2005 : 185).
Selain itu yang perlu diketahui dari riwayat kesehatan lalu adalah
a.       Prenatal care
b.      Pemeriksaan kehamilan : ... kali
c.       Keluhan selama hamil : ...
d.      Natal/persalinan
e.       Lama dan jenis persalinan : spontan
f.       Penolong persalinan : dukun
g.      Cara untuk memudahkan persalinan : Tidak ada
h.      Komplikasi waktu lahir : Tidak ada
i.        Post natal:APGAR SCOR

3.      Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial. (Potter, 2005 : 185).

4.      Riwayat imunisasi :
-          Imunisasi yang pernah diberikan.
-          Bagaimana reaksinya
Pemberian imunisasi sesuai dengan usia adalah sebagai berikut :



Umur
Vaksin
Keterangan
Saat lahir
Hepatitis B-1
·         HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
Polio-0
·         Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)
1 bulan
Hepatitis B-2
·         Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
0-2 bulan
BCG
·         BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur   > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 bulan
DTP-1
·         DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1
·         Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
Polio-1
·         Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan
DTP-2
·         DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2
·         Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2
·         Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan
DTP-3
·         DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).
Hib-3
·         Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.
Polio-3
·         Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis B-3
·         HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan
Campak-1
·         Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.
15-18 bulan
MMR
·         Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4
·         Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18 bulan
DTP-4
·         DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
Polio-4
·         Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
2 tahun
Hepatitis A
·         Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3 tahun
Tifoid
·         Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.
5 tahun
DTP-5
·         DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5
·         Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
6 tahun.
MMR
·         Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapatkan MMR-1.
10 tahun
dT/TT
·         Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.
Varisela
·         Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

5.      Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : ...  kg
2. Tinggi badan : ... cm
3. Pertumbuhan tiap tahap : normal sesuai umur/tidak.
Perkembangan Tiap tahap Usia anak saat Berguling, duduk, merangkap, berdiri, berjalan dll.

6.      Riwayat Nutrisi
-          Pemberian ASI.
-          Pemberian susu formula:

7.      Riwayat Psikososial
-          Hubungan antar anggota keluarga,lingkungan
-          Pengasuh anak : Orang tua , ibu dan ayah kandung

8.      Reaksi Hospitalisasi
-          Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap.
-          Mengapa ibu membawa anaknya ke RS : Untuk mendapatkan pertolongan & Perawatan sebab ibu tidak tahu apa yang harus dilakukan di rumah.
-          Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : Ya
-          Bagaimana perasaan orang tua saat ini : orang tua berharap agar anaknya dapat sembuh kembali orang tua selalu disamping anaknya, ayah dan ibu bergantian menjaga, juga ada sanak saudara yang ikut manjaga.

9.      Aktivitas sehari-hari
A.    Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit dan Saat Sakit
1. Selera makan.
2. Menu makan.
3. Frekuensi makan.
4. Makanan pantangan.
5. Pembatasan pola makan.
6. Cara makan.
7. Kebiasaan saat makan.

B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit dan Saat Sakit
1. Jenis minuman
2. Frekuensi minum
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Tempat pembuangan.
2. Frekuensi (waktu).
3. Konsistensi.
4. Kesulitan.
5. Obat pencahar Sembarangan

D.  Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit dan Saat Sakit
1. Jam tidur
- Siang
- Malam
2. Pola tidur
3. Kebiasaan sebelum tidur
4. Kesulitan tidur

E. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
2.      Mandi

F. Aktifitas/Mobilitas Fisik/bermain
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit.

G. Rekreasi

H.  Pemeriksaan Fisik
Ø  Keadaan umum klien : Lemah
Ø  Tanda-tanda vital
S u h u : Hipertermi
N a d i : 120 X Permenit
Respirasi : 42 X Permenit
Tekanan darah : 100/60 MmHg
Ø  Antropometri
Tinggi Badan : ... Cm
Berat Badan : ... Kg
Lingkar lengan atas : ... Cm
Lingkar kepala : 42 Cm
Lingkar dada : 47 Cm
Lingkar perut : 45 Cm
PEMERIKSAAN FISIK

 TTV : sepsis
 Infeksi abdomen bagian bawah dan palpasi urine bledder : pengosongan tidak maksimal
 Inflamasi dan lesi di uretra meatus dan vagina introitus
 Kaji perkemihan : dorongan, frekuensi, disuria, bau urine yang menyengat, nyeri pada supra pubik
PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL

 Sering terjadi pada usia remaja dan dawasa muda  activitas seksual timbul perasaan malu dan bersalah
 Perasaan takut akan kekambuhan, dimana menyebabkan penolakan terhadap aktivitas sexual
 Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja dan aktivitas kehidupan sehari – hari
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Urinalis  urin tengah
Ketika infeksi terjadi, memperlihatkan bakteriuria, WBC (White Blood Cell), RBC (Red Blood Cell) dan endapan sel darah putih dengan keteribatan ginjal
Tes sensitifitas  banyak mikroorganisme sensitive terhadap antibiotic dan antiseptic berhubungan dengan infeksi berulang
 Pengkajian radiographic
Cystitis ditegakkan berdasarkan history, pemeriksaan medis dan laborat, jika terdapat retensi urine dan obstruksi aliran urine dilakukan IPV (Identivikasi perubahan dan abnormalitas structural)
 Culture  Mengidentifikasi bakteri penyebab
 Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur nyata

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Rasa nyeri berhubungan dengan infeksi kandung kemih
Kriteria hasil : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang
Tujuan : Tidak ada nyeri dan rasa terbakar saat berkemih
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau :
 Haluan urine terhadap perubahan warna,bau dan pola berkemih
 Masukan dan haluan setiap 8 jam
 Hasil urinalis ulang
Untuk mengidentifikasi indikasi, kemajuan atau penyimpanan dari hasil yang diharapkan
2. Konsul dokter bila :
 Sebelumnya kuning gading-urine kuning,jingga gelap , berkabut atau keruh
 Pola berkemih berubah,sebagai contoh rasa panas seperti terbakar saat kencing , rasa terdesak saat kencing
 Nyeri menetap atau bertambah sakit
Temuan-temuan ini dapat member tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan lebih luas,seperti pemeriksaan radiology jika sebelumnya tidak dilakukan
3. Berikan analgesic sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga mengurangi nyeri
4. Jika frekuensi menjadi masalah, jamin akses kekamar mandi, pispot dibawah tempat tidur atau bedpan.Anjurkan pasien untuk berkemih kapan saja ada keinginan
Berkemih yang sering mengurangi statis urine pada kandung kemih dan menghindari pertumbuhan bakteri
5. Berikan antibiotic.Buat berbagai variasi sedian minuman, termasuk air segar disamping tempat tidur.Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Akibat dari peningkatan haluan urina memudahkan sering berkemih dan membantu membilas saluran kemih
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya factor resiko nosokomial
Kriteria hasil : Klien dapat berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan,urinalisis dalam batas normal,kultur urine menunjukkan tidak ada bakteri
Tujuan : Tidak ada infeksi pada kandung kemih
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift.Jika pasien inkontinensia,cuci perineal sesegera mungkin
Untuk mencegah kontaminasi uretra
2. Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 kali perhari (merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar
Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik kesaluran perkemihan
3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung,pemakaian sarung tangan),bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang mungkin terjadi (memberikan perawatan perineal,pengosongan kantung drainase urina,   penampungan specimen urine).Pertahanan teknik aseptic bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling
Untuk mencegah kontaminasi silang
4. Ubah posisi pasien setiap 2 jam dan anjurkan masukan cairan sekurang-kurangnya 2400 ml/hari(kecuali kontra indikasi).Bantu melakukan ambulasi sesuai kebutuhan
Untuk mencegah statis urine
5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urina
Asam urna menghalangi tumbuhnya kuman
3. Resiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, pengobatan dan perawatan di rumah
Kriteria hasil : Ibu klien menyatakan bahwa anak nya mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, tindakan perawatan diri preventif
Tujuan : pasien mampu mendemonstrasikan keinginan untuk mentaati rencana terapiutik
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan iformasi tentang :
a. Sumber infeksi
b. Tindakan untuk mencegah penyebaran atau kekambuhan
c. Jelaskan pemberian antibiotic yang meliputi nama, tujuan, dosis, jadwal dan catat efek sampingnya
d. Pemeriksaan diagnostic, termasuk :
 Tujuan
 Gambaran singkat
 Persiapan yang di butuhkan sebelum pemeriksaan
 Perawatan sesudah pemeriksaan
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap   rencana terapiutik
2. Pastikan klien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatanlanut dan instruksi tertulis untuk tindakan pencegahan
Instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
3. Instruksi klien untuk menggunakan seluruh antibiotic yang diresepkan. Minum sebanyak 8 gelas/hari
Klien seringmenghentikan obat mereka, jika tanda dan gejala mereda. Cairan menolong membilas ginjal







E. EVALUASI

Perawat mengevaluasi keadaan klien , hasil yang di harapkan dan evaluasi tersebut adalah :
 Berkurangnya tanda dan gejala infeksi
 Kebutuhan akan rasa nyaman terpenuhi
 Mencegah adanya kekambuhan infeksi


BAB V

PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Cystitis merupakan peradangan yang terjadi pada kandung kemih. Cystitis dibagi menjadi dua, yaitu tipe infeksi (yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit) serta tipe non infeksi (yang disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan ideopatik). Insiden kebanyakan terjadi pada wanita. Berbagai pemeriksaan bisa dilakukan untuk mengetahui tanda dan gejala cystitis. Perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa yang ada
B. SARAN

Perawat diharapkan lebih teliti dalam melakukan proses keperawatan yang disini ditujukan untuk mempercepat proses kesembuhan klien.
Semoga untuk ke depan dapat ditingkatkan kesehatan dan kebersihan pribadi tiap – tiap individu sehingga dapat terhindar dari penyakit Cystitis khususnya, dan penyakit infeksi bakteri secara umum



DAFTAR PUSTAKA
Andriole VT (editor) : Lyme disease and other sperochetal disease, Rev Infect Dis 1989; (Suppl 6) : S1433.
Britigan BE et al : Gonococal infection: A model molecular pathogenesis, N Engl J.
Med 1985 ; 312 :1682.
Hook EW III, Holmes KK: Gonococal infection, An Intern Med, 1985; 102; 229.
Jawetz E et al (eds) : Medical MIcrobiology, 19th ed , Appleton and Lange, Norwalk, Connecticut/San Mateo Californiam 1991.
Jawetz. E , Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC Jakarta
1996
Joklik W.K et.al (eds) : Zinserr Microbiology, 19th ed, Appleton Century-Crofts, New York, 1988
Gupte S : Mikrobiologi dasar. Edisi ketiga, Binarupa aksara Jakarta, 1990.
Morse SA: Chancroid and Haemophylus ducreyi, Clin Micribiol Rev 1989; 2; 137.
Pelzar Michael: Dasar-dasar Mikrobiologi, jilid 2 UI-Press Jakarta 1988.
Ryan: Sherris Medical Microbiology , third edition, Prentice-hall America 1994.
http://www.freewebtown.com/cakmoki/ebook/infeksi saluran kemih.pdf
http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/cystitis.htm
http://www.nhsdirect.nhs.uk/articles/article.aspx?articleId=119&sectionId=7
http://www.kidshealth.org/teen/infections/common/uti.html
http://www.urologychannel.com/uti/index.shtml


»»  Read more...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi

Kotak Komentar

Free SEO Tools